PERATURAN PEMERINTAH NO. 45 TAHUN 1957

tentang

PEMBENTUKAN PENGADILAN AGAMA/MAHKAMAH SYAR‘IYAH

 DI LUAR JAWA - MADURA

 

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

 

Menimbang:

 

    1. bahwa berhubung dengan adanya kepentingan-kepentingan yang sangat mendesak untuk membentuk Pengadilan-Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‘iyah di luar Jawa-Madura, maka dipandang perlu dengan segera mengeluarkan suatu peraturan yang memberi kedudukan hukum, hak kekuasaan dan daerah hukum dari Pengadilan-Pengadilan Agama / Mahkamah Syar‘iyah;

 

    2. bahwa Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1957 tentang pembentukan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‘iyah di Proinsi Aceh, dapat dijadikan dasar pembentukan Pengadilan-Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‘iyah yang dimaksud bagi daerah-daerah di luar Jawa-Madura;

 

    3. bahwa agar supaya ada satu peraturan tentang Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‘iyah di luar Jawa-Madura, maka Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1957 perlu dicabut kembali;

 

Mengingat:

 

    Pasal 98 Undang-Undang Dasar Sementara dan pasal 1 ayat 4 Undang-Undang Darurat No. 1 tahun 1951;

 

Mendengar:

 

    Dewan Menteri dalam rapatnya pada tanggal 26 Agustus 1957;

 

MEMUTUSKAN:

 

    Dengan mencabut kembali Peraturan Pemerintah No. 29 tahun 1957 dan menghapuskan segala peraturan yang bertentangan

    dengan aturan ini, kecuali peraturan tentang Kerapatan Qadi di sekitar daerah Banjarmasin Stbl. 1937 No. 638 jo. No. 639, menetapkan:

 

 

PERATURAN TENTANG PENGADILAN AGAMA/MAHKAMAH SYAR‘IYAH

DI LUAR JAWA-MADURA sebagai berikut:

 

Pasal 1

 

    Di tempat-tempat yang ada Pengadilan Negeri ada sebuah Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‘iyah, yang daerah hukumnya sama dengan daerah hukum Pengadilan Negeri.

 

Pasal 2

 

    Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‘iyah terdiri dari seorang Ketua dan sekurang-kurangnya dua orang anggota dan sebanyak-banyaknya delapan orang anggota yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Agama.

 

Pasal 3

 

    Formasi, uang sidang dan ongkos perkara Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar‘iyah ditetapkan oleh Menteri Agama.

 

Pasal 4

 

    1. Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‘iyah memeriksa dan memutuskan perselisihan antara suami-isteri yang beragama Islam, dan segala perkara yang menurut hukum yang hidup diputus menurut hukum Agama Islam yang berkenaan dengan nikah, talaq, rujuk, fasakh, nafaqah, maskawin (mahar), tempat kediaman (maskan), mut‘ah dan sebagainya, hadhanah, perkara waris-malwaris, waqaf, hibah, sadaqah, baitulmal dan lain-lain yang berhubungan dengan itu, demikian juga memutuskan perkara perceraian dan mengesahkan bahwa syarat ta‘lik sudah berlaku.

 

    2. Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‘iyah tidak berhak memeriksa perkara-perkara yang tersebut dalam ayat (1), kalau untuk perkara-perkara itu berlaku lain daripada hukum Agama Islam.

 

    3. Apabila orang tidak hendak melakukan keputusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‘iyah atau oleh Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‘iyah Propinsi ataupun tidak hendak membayar ongkos perkara yang tersebut dalam keputusan itu, yang berkepentingan dapat menyerahkan salinan keputusan itu kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‘iyah itu.

 

    4. Setelah ternyata kepadanya, bahwa keputusan itu tidak ada halangan lagi dijalankan, Ketua Pengadilan Negeri menerangkan bahwa keputusan itu sudah dapat dijalankan. Keterangan itu dibuatnya di sebelah atas salinan surat keputusan itu, dibubuhi hari, bulan, tahun serta tanda-tangan.

 

    5. Sesudah itu, keputusan dapat dijalankan menurut aturan-aturan menjalankan keputusan sipil Pengadilan Negeri.

 

Pasal 5

 

    1. Barangsiapa yang hendak memajukan perkaranya pada Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‘iyah membayar biaya perkara yang jumlahnya ditetapkan oleh Menteri Agama.

 

    2. Perkaranya tidak diperiksa apabila biaya perkaranya itu belum dipenuhi.

 

    3. Mereka yang tidak mampu, atas keterangan dari Kepala Desanya yang dikuatkan oleh Camat, dibebaskan dari pembayaran biaya tersebut.

 

    4. Biaya perkara itu pada tiap-tiap akhir bulan disetorkan oleh Panitera Pengadilan/Mahkamah Syar‘iyah kepada Kas Negeri (Kantor Pos) yang terdekat.

 

Pasal 6

 

    Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‘iyah tidak boleh mengambil keputusan kalau kurang dari tiga orang yang hadlir terhitung ketuanya. Apabila terjadi perimbangan maka suara Ketualah yang memutuskan.

 

Pasal 7

 

    Keputusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‘iyah harus ditulis dengan diterangkan sebab-sebabnya dengan pendek, dibubuhi tanggal dan ditanda-tangani oleh anggota yang turut bersidang.

 

    Dalam keputusan itu diterangkan juga banyaknya biaya perkara yang harus dibayar oleh yang berkepentingan dan lagi keterangan pendek tentang pengakuan tiap-tiap pihak serta saksi-saksi.

 

Pasal 8

 

    1. Yang berkepentingan diberi salinan keputusan lengkap, yang ditanda-tangani oleh Ketua Pengadilan/Mahkamah Syar‘iyah, kecuali apabila yang berkepentingan itu menurut Kepala Daerah di tempat kediamannya tidak dapat dicari.

 

    2. Apabila yang berkepentingan itu sebulan sesudah keputusan itu dijatuhkan tidak dapat dicari, maka keputusan itu diberitahukan, dengan jalan menempelkan salinan surat keputusan itu pada tempat Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‘iyah.

 

    3. Di bagian atas tiap-tiap salinan diterangkan, bahwa keputusan itu dapat diminta untuk dibanding, buat sementara sampai ada ketentuan lain, kepada Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‘iyah Propinsi.

 

    4. Ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal 7b peraturan tentang Pengadilan Agama di Jawa-Madura Stbl. 1882 No. 152, setelah ditambah dan dirubah oleh Stbl. 1937 No. 116 dan 610, berlaku pula bagi perkara-perkara bandingan ini.

 

Pasal 9

 

    Keputusan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‘iyah dicatat dalam daftar yang pada tiap-tiap bulan dikirimkan kepada Kepala Daerah Propinsi tersebut dalam pasal 8 ayat (3) supaya diperiksa serta ditanda-tangani.

    Selanjutnya salinan surat keputusan itu harus pula dikirimkan pada tiap-tiap bulan kepada Biro Peradilan Agama di Jakarta.

 

Pasal 10

 

    Apabila Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‘iyah meliwati batas kekuasaannya atau bila pasal 2, 6 dan 7 dari Peraturan ini tidak diturut, maka keputusannya tidak dapat dijalankan.

 

Pasal 11

 

    1. Apabila tidak ada ketentuan lain, di ibukota Propinsi diadakan Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‘iyah Propinsi yang wilayahnya meliputi satu, atau lebih, daerah Propinsi yang ditetapkan oleh Menteri Agama.

    2. Ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal 7d sampai 7m Peraturan tentang Peradilan Agama di Jawa dan Madura, tersebut dalam pasal 8 ayat (4) Peraturan ini, berlaku pula untuk Pengadilan Agama/Mahkamah Syar‘iyah di luar Jawa-Madura.

 

Pasal 12

 

    Pelaksanaan dari Peraturan ini diatur oleh Menteri Agama.

 

Pasal 13

 

Peraturan ini mulai berlaku pada hari diundangkan.

 

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan perundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

 

 

Diundangkan

pada tanggal 9 Oktober 1957

 

MENTERI KEHAKIMAN

 

G.A. MAENGKOM.

 

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 5 Oktober 1957.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

 

SOEKARNO

 

Menteri Agama,

H.M. ILYAS.

(Dimuat dalam: LEMBARAN NEGARA No. 99 Th. 1957).

 



Quelle: Departemen Agama 1980/1981, Kompilasi Perundang-Undangan Badan Peradilan Agama, S. 197-201.